diambil dari daarut-tauhid@yahoogroups.com (l.meilany)
Saya memiliki sebuah pembatas halaman buku (bookmark) yang bertuliskan :
'Kebahagiaan adalah memiliki apa yang kita butuhkan bukan yang kita inginkan'.
Kebutuhan adalah suatu 'standar' untuk hidup yang mungkin sangat individual sifatnya.
Bagi seseorang bisa makan setiap hari dengan lauk sederhana adalah kebutuhan utama.
Tapi bagi orang lain makan dengan lauk yang memenuhi gizi adalah suatu kebutuhan.
Jika kemudian kebutuhan itu telah terpenuhi dan ia mendambakan lebih dari yang dibutuhkan itu merupakan keinginan.
Keinginan merupakan pintu masuk bagi hawa nafsu yang menimbulkan ketagihan, ketamakan.
Keinginan yang tak terbatas mendorong perilaku yang senantiasa gelisah dalam hidupnya.
Ada kegembiraan, gairah memuncak di hati, kala menginginkan- mengidamkan sesuatu.
Tapi setelah mendapatkan keinginan itu, semua yang telah didapatkan itu, seolah tidak ada lagi artinya, ketika ada lagi keinginan yang lain.
Kegembiraan, gairah yang mengasyikkan itu hanya tatkala dalam proses untuk mendapatkan keinginan.
Begitu selalu seterusnya, selalu banyak godaan-godaan dan kemudian datang keinginan baru.
Tidak pernah merasa puas. Senantiasa timbul keinginan-keinginan lain yang sulit dibendung.
Padahal keinginan itu bukan merupakan kebutuhan. Sehingga akhirnya diupayakan segala cara untuk
memperoleh keinginan itu.
Keinginan pada puncaknya akan menyengsarakan karena akan menjadikan pelakunya tidak pandai
bersyukur. Padahal jika kita pandai bersyukur Allah akan menambah nikmatNya [QS Ibraahiim; 14:7]
Ustad Yusuf Mansur dengan indahnya mengatakan bahwa untuk mencapai kebahagiaan lebih baik
membatasi keinginan daripada menurutinya- memanjakannya.
Bahwa keinginan itu adalah bentuk hawa nafsu yang seharusnya jangan diikuti; karena justru
menyesatkan dari jalan Allah [QS Shaad; 38:26] - [lm-16]
------------ --------- --------- --------- ---------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar