Rabu, 16 September 2009

KEHIDUPAN : Ibarat Semut, Laba-Laba dan Lebah

[Dari Lentera Hati - M. Quraish Shihab]

Tiga binatang kecil ini menjadi nama dari tiga surah di dalam Al-Qur'an. An Naml [semut], Al 'Ankabuut [laba-laba], dan An Nahl [lebah].

Semut, menghimpun makanan sedikit demi sedikit tanpa berhenti. Konon, binatang ini dapat menghimpun makanan untuk bertahun-tahun. Padahal usianya tidak lebih dari setahun. Ketamakannya sedemikian besar sehingga ia berusaha - dan seringkali berhasil memikul sesuatu yang lebih besar dari tubuhnya.

Uraian Al-Qur'an tentang laba-laba; sarangnya adalah tempat yang paling rapuh [ Al 'Ankabuut; 29:41], ia bukan tempat yang aman, apapun yang berlindung di sana akan binasa. Bahkan jantannya disergapnya untuk dihabisi oleh betinanya. Telur-telurnya yang menetas saling berdesakan hingga dapat saling memusnahkan. Inilah gambaran yang mengerikan dari kehidupan sejenis binatang.

Akan halnya lebah, memiliki naluri yang dalam bahasa Al-Qur'an - "atas perintah Tuhan ia memilih gunung dan pohon-pohon sebagai tempat tinggal" [ An Nahl;
16:68]. Sarangnya dibuat berbentuk segi enam bukannya lima atau empat agar efisen dalam penggunaan ruang. Yang dimakannya adalah serbuk sari bunga. Lebah tidak menumpuk makanan. Lebah menghasilkan lilin dan madu yg sangat manfaat bagi kita. Lebah sangat disiplin, mengenal pembagian kerja, segala yang
tidak berguna disingkirkan dari sarangnya. Lebah tidak mengganggu kecuali jika diganggu. Bahkan sengatannya pun dapat menjadi obat.

Sikap hidup kita dapat diibaratkan dengan berbagai jenis binatang ini. Ada yang berbudaya 'semut'. Sering menghimpun dan menumpuk harta, menumpuk
ilmu yang tidak dimanfaatkan. Budaya 'semut' adalah budaya 'aji mumpung'. Pemborosan, foya-foya adalah implementasinya. Entah berapa banyak juga tipe 'laba-laba' yang ada di sekeliling kita. Yang hanya berpikir: "Siapa yang dapat dijadikan mangsa".
Nabi Shalalahu 'Alaihi Wasallam mengibaratkan seorang mukmin sebagai 'lebah'.
Sesuatu yang tidak merusak dan tidak menyakitkan :
"Tidak makan kecuali yang baik, tidak menghasilkan kecuali yang bermanfaat dan jika menimpa sesuatu tidak merusak dan tidak pula memecahkannya"

Semoga kita menjadi ibarat lebah. Insya Allah!- [lm-18]
daarut-tauhid@yahoogroups.com

Minggu, 13 September 2009

Manisnya Madu Bukan Manis Biasa

diambil dari : daarut-tauhid@yahoogroups.com (l.meilany)

"........... .Keluarlah dari perutnya minuman bermacam-macam warnanya dan padanya
obat bagi manusia..... ......... " [An Nahl;16:69]

Selama puasa kita tetap membutuhkan tenaga yang cukup dalam melakukan aktivitas
keseharian. Namun pada bulan puasa tubuh kita lebih banyak lagi membutuhkan gizi
sebagai tenaga. Hal ini disebabkan selama 12 jam lebih tubuh tidak menerima asupan
makanan dan minuman, sedangkan organ-organ terus bekerja. Kekurangan tenaga
menyebabkan kita merasa cepat lelah.

Madu selain baik untuk kesehatan tubuh juga dapat memberikan tambahan tenaga
sehingga membuat kita tahan lapar.
Menurut kepustakaan, 1000 gram madu bernilai 3.280 kalori. Nilainya sama dengan 50 butir
telur atau 5,575 liter susu atau 1,680 kg daging. Sebenarnya khasiat madu amat berkaitan
dengan kandungan gulanya yang tinggi selain itu juga unsur lainnya seperti tepungsari
ditambah berbagai enzim pencernaan. Lalu terdapat pula vitamin-vitaminA, B1, B2, antibiotika
dan lainnya.

Meski sama manisnya, namun perlakuan tubuh terhadap madu sangatlah berbeda dengan gula.
Madu dapat diproses langsung menjadi glukogen, sedangkan gula harus diproses terlebih dulu
oleh enzim pencernaan diusus.
Jadi tubuh kita lebih dulu merasakan manfaat madu dibandingkan gula.

Walaupun demikian kita harus tetap berhati-hati dengan madu.
Bisa jadi madu menjadi tidak baik-tidak halal.
Sebab, bila madu dipanen bukan pada waktu yang tepat atau setelah diperas dari sarang madu
tidak diperlakukan dengan baik untuk mengurangi kadar airnya, maka madu justru akan
ditumbuhi khamir (ragi, yeast)
Khamir selanjutnya akan mengubah gula menjadi alkohol, gas karbon dioksida (CO2) serta
senyawa-senyawa lainnya.
Itulah sebabnya pada madu yang kurang baik, ditumbuhi khamir maka akan tercium bau alkohol.
Dan ketika dibuka botolnya berbunyi "blub" sebagai tanda adanya gas karbondioksida.

Madu yang baik diantaranya yang memiliki kadar air cukup rendah, dibawah 21%.
Dengan demikian maka tidak akan terjadi fermentasi yang menghasilkan alkohol dan gas.
Celakanya, di pasaran kadang-kadang dipromosikan bahwa madu yang baik adalah jika
botolnya dibuka berbunyi "blub".
Ini menjerumuskan, karena artinya sudah terjadi fermentasi - pembentukan alkohol -[lm-15]

(Sumber: Sebagian besar dari 'Tanya Jawab Soal Halal' oleh DR. Anton Apriyantono)
------------ --------- --------- -------

Antara Kebutuhan dan Keinginan

diambil dari daarut-tauhid@yahoogroups.com (l.meilany)

Saya memiliki sebuah pembatas halaman buku (bookmark) yang bertuliskan :
'Kebahagiaan adalah memiliki apa yang kita butuhkan bukan yang kita inginkan'.
Kebutuhan adalah suatu 'standar' untuk hidup yang mungkin sangat individual sifatnya.

Bagi seseorang bisa makan setiap hari dengan lauk sederhana adalah kebutuhan utama.
Tapi bagi orang lain makan dengan lauk yang memenuhi gizi adalah suatu kebutuhan.
Jika kemudian kebutuhan itu telah terpenuhi dan ia mendambakan lebih dari yang dibutuhkan itu merupakan keinginan.

Keinginan merupakan pintu masuk bagi hawa nafsu yang menimbulkan ketagihan, ketamakan.
Keinginan yang tak terbatas mendorong perilaku yang senantiasa gelisah dalam hidupnya.
Ada kegembiraan, gairah memuncak di hati, kala menginginkan- mengidamkan sesuatu.
Tapi setelah mendapatkan keinginan itu, semua yang telah didapatkan itu, seolah tidak ada lagi artinya, ketika ada lagi keinginan yang lain.

Kegembiraan, gairah yang mengasyikkan itu hanya tatkala dalam proses untuk mendapatkan keinginan.
Begitu selalu seterusnya, selalu banyak godaan-godaan dan kemudian datang keinginan baru.

Tidak pernah merasa puas. Senantiasa timbul keinginan-keinginan lain yang sulit dibendung.
Padahal keinginan itu bukan merupakan kebutuhan. Sehingga akhirnya diupayakan segala cara untuk
memperoleh keinginan itu.
Keinginan pada puncaknya akan menyengsarakan karena akan menjadikan pelakunya tidak pandai
bersyukur. Padahal jika kita pandai bersyukur Allah akan menambah nikmatNya [QS Ibraahiim; 14:7]

Ustad Yusuf Mansur dengan indahnya mengatakan bahwa untuk mencapai kebahagiaan lebih baik
membatasi keinginan daripada menurutinya- memanjakannya.
Bahwa keinginan itu adalah bentuk hawa nafsu yang seharusnya jangan diikuti; karena justru
menyesatkan dari jalan Allah [QS Shaad; 38:26] - [lm-16]
------------ --------- --------- --------- ---------

Dia Tahu Air Matamu

Penulis : Achmad Fachrie

Allah Mahahidup. Ia senantiasa mengurusi hamba-hambaNya. Tidak satu pun makhluk yang terlewat dari perhatianNya. Setiap makhluk di jagat raya ini mendapatkan bagian yang terukur dariNya.

Karena sejatinya, apa yang kita peroleh senantiasa berkesesuaian dengan keadaan kita. Allah tidak pernah sekali-kali berkehendak mendzalimi hamba-hambaNya dalam hal pemberian. Atas rasa sakit, atas rasa kehilangan atau mungkin atas rasa memiliki, atas rasa mencintai. Di setiap yang terasai, di baliknya selalu ada hikmah yang mungkin sulit untuk dimengerti, dan mungkin bukan untuk saat ini untuk dimengerti.


Terkadang rasa sakit terlebih dahulu menghampiri, karena ketika nikmat kebaikan datang, agar kita menyadari dan menjaga betapa besar nikmat kebaikan tersebut kita miliki. Dan ketika kita berjalan di jalan yang keliru, agar kita mensyukuri ketika berhasil menemui kebaikan yang sesungguhnya yang harus kita jaga dan tak kita lepas.

Melewati setiap kesulitan bukanlah hal yang mudah. Melalui setiap kesedihan juga bukan suatu hal yang mudah. Karena kadang membuat kita terpuruk dalam kesedihan yang tak dimengerti. Tapi Allah tak pernah membiarkan hambaNya terus dalam satu keadaan. Dia memperhatikan setiap langkahmu, Dia mengetahui setiap keluh kesahmu. Bahkan Dia tahu airmatamu. Allah juga tahu sekeras apa engkau berusaha dan melalui semuanya.

Setiap peristiwa yang dilihat dan dirasa, setiap suara yang didengar, merupakan bagian hidup yang telah diciptakan untuk kita sebagai sebuah kesatuan. Suara burung yang berkicau, langit yang berwarna kebiruan, cahaya matahari yang senantiasa menyinari, atau malam yang dihiasi bintang-bintang merupakan satu kesatuan yang tak terlepas dariNya untuk kita. Tak ada bunga yang mekar dan layu dengan kebetulan. Tak ada rasa sakit dan nikmat kebaikan yang datang secara kebetulan. Tak ada manusia yang lahir dan mati secara kebetulan. Semua bagian dari garis yang sudah tertulis sejak saat pertama kita diciptakan.

Allah tidak pernah menyia-nyiakan setiap usaha hambaNya yang berusaha dan istiqamah meraih ridhaNya. Allah juga tidak pernah menyia-nyiakan hambaNya yang terus berusaha mengerti akan perjalanan hidup yang tergaris untuknya. Karena Allah akan berada dan memberi sesuai dengan prasangka hambaNya.

Dia tahu airmatamu. Walau berat, walau sulit, karena semua sudah ada dalam kehendakNya. Kita hanya perlu menumbuhkan kesadaran untuk menerima bahwa itu dariNya untuk kebaikan kita.

source : kotasantri

Wallahu a'lam bishshawab.

Menunda-nunda & tergesa-gesa

Tergesa-gesa dan Menunda-nunda adalah termasuk pintu masuk setan. Demikian pula berpanjang angan-angan. Sebagian manusia menyebutnya "hambatan terbesar". Apa maksudnya? Sebagian orang meletakkan satu perkara yang dianggap harus diprioritaskan sebagai hambatannya, lalu misalnya berkata, 'Kalau aku selesai sekolah, baru --insya Alloh-- aku akan bertobat!'

Ini contoh hambatannya berupa sekolah. Tapi setelah selesai sekolahnya, dia berkata, 'Kalau aku sudah mendapat pekerjaan itu, aku bertobat'. Kemudian diperolehnya pekerjaan tadi, namun dia tidak bertobat juga. Demikianlah selanjutnya, dia menyatakan hambatan berikutnya, 'kalau aku berhaji ... kalau aku menikah ...kalau....kalau....'


Terus-terusan dia meletakkan satu hambatan di hadapannya, dan menunda-nunda serta hidup dalam berpanjang angan-angan. Akhirnya dia mati tanpa memulai kehidupan hakikinya (dengan beriltizam, memegang teguh dienul Islam)!

Sesungguhnya tujuan akhir yang dikehendaki setan darimu adalah menghalangimu agar kamu tidak beramal, atau agar menunda-nundanya, dimana ini merupakan pintu masuk yang membahayakan orang-orang shalih.

Setan datang kepadamu dan berkata, 'Kamu belum pantas --sampai sekarang-- untuk mengajari manusia, atau mendakwahi mereka...tunggulah sampai kamu belajar!'

Padahal kita diperintahkan untuk menyampaikan apa yang kita punya walau hanya seayat. Maka jika kamu sudah mempelajari sesuatu, ajarkanlah meskipun hanya seayat saja!

Imam Ibnul Jauzi dalam buku 'Talbiis Iblis' berkata, 'Betapa banyak orang yang bertekad teguh, dibuat menanti-nanti', yaitu dibuat berkata 'nanti saja' oleh setan. Ibnul Jauzi melanjutkan, 'Betapabanyak pula yang berusaha untuk berbuat baik dipengaruhi setan untuk menunda-nundanya'.

Betapa sering seorang alim bertekad untuk mengulang ilmu yang dipelajarinya, dibujuk setan dengan perkataan, 'Istirahatlah sejenak'. Setan terus menerus meniupkan kecintaan pada ekmalasan dan penundaan amal. Bahkan betapa sering setan datang pada ahli ibadah di waktu malam ketika akan shalat malam dengan bujukan, 'Waktu malam kan masih panjang? Tundalah shalatmu!'. Sampai-sampai shubuh datang dan dia tidak shalat malam!

(Sumber Rujukan: Madaakhilusy Syaithaan 'ala Ash Shalihin, oleh Dr Abdullah Al Khaathir )

Ada Apa Dengan Kita ???

eramuslim - Saudaraku, saat mobil mewah dan mulus yang kita miliki tergores, goresannya bagai menyayat hati kita. Saat kita kehilangan handphone di tengah jalan, separuh tubuh ini seperti hilang bersama barang kebanggaan kita tersebut. Saat orang mengambil secara paksa uang kita, seolah terampas semua harapan.

Tetapi saudaraku, tak sedikitpun keresahan dalam hati saat kita melakukan perbuatan yang melanggar perintah Allah, kita masih merasa tenang meski terlalu sering melalaikan sholat, kita masih berdiri tegak dan sombong meski tak sedikitpun infak dan shodaqoh tersisihkan dari harta kita, meski disekeliling kita anak-anak yatim menangis menahan lapar. Saudaraku, ada apa dengan kita?



Saudaraku, kata-kata kotor dan dampratan seketika keluar tatkala sebuah mobil yang melaju kencang menciprati pakaian bersih kita. Enggan dan malu kita menggunakan pakaian yang terkena noda tinta meski setitik dan kita akan tanggalkan pakaian-pakaian yang robek, bolong dan menggantinya dengan yang baru.

Tetapi saudaraku, kita tak pernah ambil pusing dengan tumpukan dosa yang mengotori tubuh ini, kita tak pernah merasa malu berjalan meski wajah kita penuh noda kenistaan, kita pun tak pernah tahu bahwa titik-titik hitam terus menyerang hati ini hingga saatnya hati kita begitu pekat, dan kitapun tak pernah mencoba memperbaharuinya. Saudaraku, ada apa dengan kita?

Saudaraku, kita merasa tidak dihormati saat teguran dan sapaan kita tidak didengarkan, hati ini begitu sakit jika orang lain mengindahkan panggilan kita, terkadang kita kecewa saat orang lain tidak mengenali kita meski kita seorang pejabat, pengusahan, kepala pemerintahan, tokoh masyarakat bahkan orang terpandang, kita sangat khawatir kalau-kalau orang membenci kita, dan berat rasanya saat orang-orang meninggalkan kita.

Tetapi juga saudaraku, tidak jarang kita abaikan nasihat orang, begitu sering kita tak mempedulikan panggilan adzan, tak bergetar hati ini saat lantunan ayat-ayat Allah terdengar ditelinga. Dengan segala kealpaan dan kekhilafan, kita tak pernah takut jika Allah Yang Maha Menguasai segalanya membenci kita dan memalingkan wajah-Nya, kita pun tak pernah mau tahu, Baginda Rasulullah mengenali kita atau tidak di Padang Masyhar nanti. Kita juga, tak peduli melihat diri ini jauh dari kumpulan orang-orang sholeh dan beriman. Saudaraku, tanyakan dalam hati kita masing-masing, ada apa dengan kita? Wallahu a'lam bishshowaab (Bayu Gautama)

Kepompong Ramadhan

oleh : KH. Abdullah Gymnastiar

Semua amal anak Adam dapat dicampuri kepentingan hawa nafsu, kecuali shaum. Maka sesungguhnya shaum itu semata-mata untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya (Hr. Bukhari Muslim).

Pernahkan Anda melihat seekor ulat bulu? Bagi kebanyakan orang, ulat burlu memang menjijikkan bahkan menakutkan. Tapi tahukah Anda kalau masa hidup seekor ulat ini ternyata tidak lama. Pada saatnya nanti ia akan mengalami fase dimana ia harus masulk ke dalam kepompong selama beberapa hari. Setelah itu ia pun akan keluar dalam wujud lain : ia menjelma menjadi seekor kupu-kupu yang sangat indah. Jika sudah berbentuk demikian, siapa yang tidak menyukai kupu-kupu dengan sayapnya yang beraneka hiasan indah alami? Sebagian orang bahkan mungkin mencari dan kemudian mengoleksinya bagi sebagai hobi (hiasan) ataupun untuk keperluan ilmu pengetahuan.


Semua proses itu memperlihatkan tanda-tanda Kemahabesaran Allah. Menandakan betapa teramat mudahnya bagi Allah Azza wa Jalla, mengubah segala sesuatu dari hal yang menjijikkan, buruk, dan tidak disukai, menjadi sesuatu yang indah dan membuat orang senang memandangnya. Semua itu berjalan melalui suatu proses perubahan yang sudah diatur dan aturannya pun ditentukan oleh Allah, baik dalam bentuk aturan atau hukum alam (sunnatullah) maupun berdasarkan hukum yang disyariatkan kepada manusia yakin Al Qur'an dan Al Hadits.

Jika proses metamorfosa pada ulat ini diterjemahkan ke dalam kehidupan manusia, maka saat dimana manusia dapat menjelma menjadi insan yang jauh lebih indah, momen yang paling tepat untuk terlahir kemabli adalah ketika memasuki Ramadhan. Bila kita masuk ke dalam 'kepompong' Ramadhan, lalu segala aktivitas kita cocok dengan ketentuan-ketentuan "metamorfosa" dari Allah, niscaya akan mendapatkan hasil yang mencengangkan yakni manusia yang berderajat muttaqin, yang memiliki akhlak yang indah dan mempesona.

Inti dari badah Ramadhan ternyata adalah melatih diri agar kita dapat menguasai hawa nafsu. Allah SWT berfirman, "Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggalnya." (QS. An Nazii'at [79] : 40 - 41).

Selama ini mungkin kita merasa kesulitan dalam mengendalikan hawa nafsu. Kenapa? Karena selama ini pada diri kita terdapat pelatihan lain yang ikut membina hawa nafsu kita ke arah yang tidak disukai Allah. Siapakah pelatih itu? Dialah syetan laknatullah, yang sangat aktif mengarahkan hawa nafsu kita. Akan tetapi memang itulah tugas syetan. apalagi seperti halnya hawa nafsu, syetan pun memiliki dimensi yang sama dengan hawa nafsu yakni kedua-duanya sama-sama tak terlihat. "Sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu, maka anggaplah ia sebagai musuhmu karena syetan itu hanya mengajak golongannya supaya menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala," demikian firman Allah dalam QS. Al Fathir [25] : 6).

Akan tetapi kita bersyukur karena pada bulan Ramadhan ini Allah mengikat erat syetan terkutuk sehingga kita diberi kesempatan sepenuhnya untuk bisa melatih diri mengendalikan hawa nafsu kita. Karenanya kesempatan seperti ini tidak boleh kita sia-siakan. Ibadah shaum kita harus ditingkatkan. Tidak hanya shaum atau menahan diri dari hawa nafsu perut dan seksual saja akan tetapi juga semua anggota badan kita lainnya agar mau melaksanakan amalan yang disukai Allah. Jika hawa nafsu sudah bisa kita kendalikan, maka ketika syetan dipelas kembali, mereka sudah tunduk pada keinginan kita. Dengan demikian, hidup kita pun sepenuhnya dapat dijalani dengan hawa nafsu yang berada dalam keridhaan-Nya. Inilah pangkal kebahagiaan dunia akhirat. Hal lain yang paling utama harus kita jaga juga dalam bulan yang sarat dengan berkah ini adalah akhlak. Barang siapa membaguskan akhlaknya pada bulan Ramadhan, Allah akan menyelamatkan dia tatkala melewati shirah di mana banyak kaki tergelincir, demikianlah sabda Rasulullah SAW.

Pada bulan Ramadhan ini, kita dianggap sebagai tamu Allah. Dan sebagai tuan rumah, Allah sangat mengetahui bagaimana cara memperlakukan tamu-tamunya dengan baik. Akan tetapi sesungguhnya Allah hanya akan memperlakukan kita dengan baik jika kita tahu adab dan bagaimana berakhlak sebagai tamu-Nya. Salah satunya yakni dengan menjaga shaum kita sesempurna mungkin. Tidak hanya sekedar menahan lapar dan dahaga belaka tetapi juga menjaga seluruh anggota tubuh kita ikut shaum.

Mari kita perbaiki segala kekurangan dan kelalaian akhlak kita sebagai tamu Allah, karena tidak mustahil Ramadhan tahun ini merupakan Ramadhan terakhir yang dijalani hidup kita, jangan sampai disia-siakan.

Semoga Allah Yang Maha Menyaksikan senantiasa melimpahkan inayah-Nya sehingga setelah 'kepompong' Ramadhan ini kita masuki, kita kembali pada ke-fitri-an bagaikan bayi yang baru lahir. Sebagaimana seekor ulat bulu yang keluar menjadi seekor kupu-kupu yang teramat indah dan mempesona, amiin.***

Meredam Rasa Tersinggung

Oleh : KH. Abdullah Gymnastiar

Salah satu hal yang sering membuat energi kita terkuras adalah timbulnya rasa ketersinggungan diri. Mulculnya perasaan ini sering disebabkan oleh ketidaktahanan kita terhadap sikap orang lain. Ketika tersinggung, minimal kita akan sibuk membela diri dan selanjutnya akan memikirkan kejelekan orang lain. Hal yang paling membahayakan dari ketersinggungan adalah habisnya amal kita. Efek yang biasa ditimbulkan oleh rasa tersinggung adalah kemarahan. Jika kita marah, kata-kata jadi tidak terkendali, stress meningkat, dan lainnya. Karena itu, kegigihan kita untuk tidak tersinggung menjadi suatu keharusan.

Apa yang menyebabkan orang tersinggung? Ketersinggungan seseorang timbul karena menilai dirinya lebih dari kenyataan, merasa pintar, berjasa, saleh, tampan, dan merasa sukses. Setiap kali kita menilai diri lebih dari kenyataan bila ada yang menilai kita kurang sedikit saja akan langsung tersinggung. Peluang tersinggung akan terbuka jika kita salah dalam menilai diri sendiri. Karena itu, ada sesuatu yang harus kita perbaiki, yaitu proporsional menilai diri.

Teknik pertama agar kita tidak mudah tersinggung adalah tidak menilai lebih kepada diri kita. Misalnya, jangan banyak mengingat-ingat bahwa saya telah berjasa, saya seorang guru, saya seorang pemimpin, saya ini orang yang sudah berbuat. Semakin banyak kita mengaku-ngaku tentang diri kita, akan membuat kita makin tersinggung. Ada beberapa cara yang cukup efektif untuk meredam ketersinggungan. Pertama, belajar melupakan. Jika kita seorang sarjana maka lupakanlah kesarjanaan kita. Jika kita seorang direktur lupakanlah jabatan itu. Jika kita ustadz lupakan keustadzan kita.
Jika kita seorang pimpinan lupakanlah hal itu, dan seterusnya. Anggap semuanya ini amanah agar kita tidak tamak terhadap penghargaan. Kita harus melatih diri untuk merasa sekadar hamba Allah yang tidak memiliki apa-apa kecuali ilmu yang dipercikkan oleh Allah sedikit. Kita lebih banyak tidak tahu. Kita tidak mempunyai harta sedikit pun kecuali sepercik titipan Allah. Kita tidak mempunyai jabatan ataupun kedudukan sedikit pun kecuali sepercik yang Allah amanahkan. Dengan sikap seperti ini hidup kita akan lebih ringan. Semakin kita ingin dihargai, dipuji, dan dihormati, akan kian sering kita sakit hati. Kedua, kita harus melihat bahwa apa pun yang dilakukan orang kepada kita akan bermanfaat jika kita dapat menyikapinya dengan tepat. Kita tidak akan pernah rugi dengan perilaku orang kepada kita, jika bisa menyikapinya dengan tepat.
Kita akan merugi apabila salah menyikapi kejadian, dan sebenarnya kita tidak bisa memaksa orang lain berbuat sesuai dengan keinginan kita. Yang bisa kita lakukan adalah memaksa diri sendiri menyikapi orang lain dengan sikap terbaik kita. Apa pun perkataan orang lain kepada kita, tentu itu terjadi dengan izin Allah. Anggap saja ini episode atau ujian yang harus kita alami untuk menguji keimanan kita. ''Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) Orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al Baqarah: 155-157). Ketiga, kita harus berempati.
Yaitu, mulai melihat sesuatu tidak dari sisi kita. Perhatikan kisah seseorang yang tengah menuntun gajah dari depan dan seorang lagi mengikutinya di belakang Gajah tersebut. Yang di depan berkata, "Oh indah nian pemandangan sepanjang hari". Kontan ia dilempar dari belakang karena dianggap menyindir. Sebab, sepanjang perjalanan, orang yang di belakang hanya melihat pantat gajah. Karena itu, kita harus belajar berempati. Jika tidak ingin mudah tersinggung, cari seribu satu alasan untuk bisa memaklumi orang lain. Namun yang harus diingat, berbagai alasan yang kita buat semata-mata untuk memaklumi, bukan untuk membenarkan kesalahan, sehingga kita dapat mengendalikan diri. Keempat, jadikan penghinaan orang lain kepada kita sebagai ladang peningkatan kwalitas diri dan kesempatan untuk mengamalkan sifat mulia. Yaitu, memaafkan orang yang menyakiti dan membalasnya dengan kebaikan. Wallahu a'lam bish-shawab.

Rahasia Silaturrahim

"Tahukah kalian tentang sesuatu yang paling cepat mendatangkan kebaikan ataupun keburukan? 'Sesuatu yang paling cepat mendatangkan kebaikan,' sabda Rasulullah SAW, 'adalah balasan (pahala) orang yang berbuat kebaikan dan menghubungkan tali silaturahmi, sedangkan yang paling cepat mendatangkan keburukan ialah balasan (siksaaan) bagi orang yang berbuat jahat dan yang memutuskan tali persaudaraan" (HR Ibnu Majah).

Silaturahmi tidak sekadar bersentuhan tangan atau memohon maaf belaka. Ada sesuatu yang lebih hakiki dari itu semua, yaitu aspek mental dan keluasan hati. Hal ini sesuai dengan asal kata silaturahmi itu sendiri, yaitu shilat atau washl, yang berarti menyambungkan atau menghimpun, dan ar-rahiim yang berarti kasih sayang.
Makna menyambungkan menunjukkan sebuah proses aktif dari sesuatu yang asalnya tidak tersambung. Menghimpun biasanya mengandung makna sesuatu yang tercerai-berai dan berantakan, menjadi sesuatu yang bersatu dan utuh kembali. Tentang hal ini Rasulullah SAW bersabda, "Yang disebut bersilaturahmi itu bukanlah seseorang yang membalas kunjungan atau pemberian, melainkan bersilaturahmi itu ialah menyambungkan apa yang telah putus" (HR Bukhari).

Oleh karena itu, menjadi sangat penting bagi kita untuk menyadari bahwa silaturahmi tidak hanya merekayasa gerak-gerik tubuh, namun harus melibatkan pula aspek hati. Dengan kombinasi bahasa tubuh dan bahasa hati, kita akan mempunyai kekuatan untuk bisa berbuat lebih baik dan lebih bermutu daripada yang dilakukan orang lain pada kita.
Kalau orang lain mengunjungi kita dan kita balas mengunjunginya, ini tidak memerlukan kekuatan mental yang kuat. Namun, bila ada orang yang tidak pernah bersilaturahmi kepada kita, lalu dengan sengaja kita mengunjunginya, maka inilah yang disebut silaturahmi. Apalagi kalau kita bersilaturahmi kepada orang yang membenci kita atau seseorang yang sangat menghindari pertemuan dengan kita, lalu kita mengupayakan diri untuk bertemu dengannya. Inilah silaturahmi yang sebenarnya.
Dalam sebuah hadis diungkapkan, "Maukah kalian aku tunjukkan amal yang lebih besar pahalanya daripada shalat dan shaum?" tanya Rasul pada para sahabat. "Tentu saja," jawab mereka. Beliau kemudian menjelaskan, "Engkau damaikan yang bertengkar, menyambungkan persaudaraan yang terputus, mempertemukan kembali saudara-saudara yang terpisah, menjembatani berbagai kelompok dalam Islam, dan mengukuhkan tali persaudaraan di antara mereka adalah amal saleh yang besar pahalanya. Barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan diluaskan rezekinya, hendaklah ia menyambungkan tali silaturahmi" (HR Bukhari Muslim).
Dari sini terlihat jelas, betapa pentingnya menyambungkan tali silaturahmi dan memperkuat nilai persaudaraan tersebut. Betapa tidak! Dengan silaturahmi maka akan terjalin rasa kasih sayang dengan sesama manusia, bahkan dengan makhluk Allah lainnya. Bila ini terjadi maka rahmat dan kasih sayang Allah pun akan turun dan menaungi hidup kita.
Tapi sebaliknya, rahmat dan kasih sayang Allah akan menjauh bila tali silaturahmi sudah terputus di antara kita. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya rahmat Allah tidak akan turun kepada suatu kaum yang di dalamya ada orang yang memutuskan tali persaudaraan".
Seorang sahabat yang bernama Abu Awfa pernah bekisah. Ketika itu, kata Abu Awfa, kami berkumpul dengan Rasulullah SAW. Tiba-tiba beliau bersabda, "Jangan duduk bersamaku hari ini orang yang memutuskan tali silaturahmi". Setelah itu seorang pemuda berdiri dan meninggalkan majelis Rasul. Rupanya sudah lama ia memendam permusuhan dengan bibinya. Ia segera meminta maaf kepada bibinya tersebut, dan bibinya pun memaafkannya. Ia pun kembali ke majelis Rasulullah SAW dengan hati yang lapang.
Sahabat, bagaimana mungkin hidup kita akan tenang kalau di dalam hati masih tersimpan kebencian dan rasa permusuhan. Perhatikan keluarga kita, kaum yang paling kecil di masyarakat. Bila di dalamnya ada beberapa orang saja yang sudah tidak saling tegur sapa, saling menjauhi, apalagi kalau di belakang sudah saling menohok dan memfitnah, maka rahmat Allah akan di jauhkan dari rumah tersebut. Dalam skala yang lebih luas, dalam lingkup sebuah negara. Bila di dalamnya sudah ada kelompok yang saling jegal, saling fitnah, atau saling menjatuhkan, maka dikhawatirkan bangsa tersebut akan semakin jauh dari rahmat dan pertolongan Allah SWT.
Dari sini bisa kita pahami kenapa Rasul tidak menoleransi sekecil apapun perbuatan yang bisa menimbulkan perpecahan dan permusuhan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, "Berhati-hatilah kalian terhadap prasangka, sebab prasangka itu sedusta-dustanya cerita. Jangan pula menyelidiki, mematai-matai, dan menjerumuskan orang lain. Dan janganlah saling menghasud, saling membenci, dan saling membelakangi. Jadilah kalian sebagai hamba Allah yang bersaudara" (HR Bukhari Muslim).
Silaturahmi adalah kunci terbukanya rahmat dan pertolongan Allah SWT. Dengan terhubungnya silaturahmi, maka ukhuwah Islamiyah akan terjalin dengan baik. Ini sangat penting. Sebab, bagaimana pun besarnya umat Islam secara kuantitatif, sama sekali tidak ada artinya, laksana buih di lautan yang mudah diombang-ambing gelombang, bila di dalamnya tidak ada persatuan dan kerja sama untuk taat kepada Allah. Wallahu a'lam bish-shawab.

Sabtu, 12 September 2009

Rp. 1.000 Vs Rp. 100.000

Proses Pembelajaran
Semoga Bermanfaat
Menggelitik & menyindir
==============
Konon, uang seribu dan seratus ribu memiliki asal-usul yang sama tapi
mengalami nasib yang berbeda. Keduanya sama-sama dicetak di PERURI
dengan bahan dan alat-alat yang oke.
Pertama kali keluar dari PERURI, uang seribu dan seratus ribu sama-sama
bagus, berkilau, bersih, harum dan menarik.
Namun tiga bulan setelah keluar dari PERURI, uang seribu dan seratus
ribu bertemu kembali di dompet seseorang dalam kondisi yang berbeda. Uang
seratus ribu berkata pada uang seribu :”Ya, ampiiiuunnnn. ……….
darimana saja kamu, kawan? Baru tiga bulan kita berpisah, koq kamu udah
lusuh banget? Kumal, kotor, lecet dan…… bau! Padahal waktu kita
sama-sama keluar dari PERURI, kita sama-sama keren kan ….. Ada apa
denganmu?”

Uang seribu menatap uang seratus ribu yang masih keren dengan perasaan
nelangsa. Sambil mengenang perjalanannya, uang seribu berkata :
“Ya, beginilah nasibku , kawan. Sejak kita keluar dari PERURI, hanya
tiga
hari saya berada di dompet yang bersih dan bagus. Hari berikutnya saya
sudah pindah ke dompet tukang sayur yang kumal. Dari dompet tukang
sayur,
saya beralih ke kantong plastik tukang ayam. Plastiknya basah, penuh
dengan darah dan taik ayam.
Besoknya lagi, aku dilempar ke plastik seorang pengamen, dari pengamen
sebentar aku nyaman di laci tukang warteg. Dari laci tukang warteg saya
berpindah ke kantong tukang nasi uduk, dari sana saya hijrah ke
‘baluang’
(pren : tau kan baluang…?) Inang-inang.
Begitulah perjalananku dari hari ke hari. Itu makanya saya bau, kumal,
lusuh,
karena sering dilipat-lipat, digulung-gulung, diremas-remas. ……”
Uang seratus ribu mendengarkan dengan prihatin.: “Wah, sedih sekali
perjalananmu, kawan! Berbeda sekali dengan pengalamanku. Kalau aku ya,
sejak kita keluar dari PERURI itu, aku disimpan di dompet kulit yang
bagus
dan harum.
Setelah itu aku pindah ke dompet seorang wanita cantik. Hmmm…
dompetnya
harum sekali. Setelah dari sana , aku lalu berpindah-pindah,
kadang-kadang
aku ada di hotel berbintang 5, masuk ke restoran mewah, ke showroom
mobil
mewah, di tempat arisan Ibu-ibu pejabat, dan di tas selebritis. Pokoknya
aku selalu berada di tempat yang
bagus. Jarang deh aku di tempat yang kamu ceritakan itu. Dan…… aku
jarang lho ketemu sama teman-temanmu. ”
Uang seribu terdiam sejenak. Dia menarik nafas lega, katanya :
“Ya. Nasib kita memang berbeda. Kamu selalu berada di tempat yang
nyaman.
Tapi ada satu hal yang selalu membuat saya senang dan bangga daripada
kamu!”
“Apa itu?” uang seratus ribu penasaran.
“Aku sering bertemu teman-temanku di kotak-kotak amal di mesjid atau di
tempat-tempat ibadah lain. Hampir setiap minggu aku mampir di
tempat-tempat itu. Jarang banget tuh aku melihat kamu disana…..”
source:www.dudung.net

Duh …..Tamaknya Kita !!!!!!!!

eramuslim – Seketika dada ini berdegub kencang saat mengetahui salah seorang saudara kita memperoleh kesuksesan, dan kita merasa bahwa ia telah mengungguli kita. Kemudian kekhawatiran membuncah dari dalam hati bahwa saudara yang telah mendapatkan kesuksesannya itu akan bersikap sombong kepada kita sementara kita sendiri hanya bersungut-sungut tidak bisa mengunggulinya. Jiwa ini tidak kuasa menanggung kesombongan dan kebanggaan saudara kita itu, sebab kita hanya bisa menerima kesejajaran dengan orang lain namun tidak bisa menerima jika orang lain mengungguli kita. Bahkan mungkin, kita bersumpah agar orang itu kehilangan nikmatnya hingga tetap sama dengan kita yang tidak mendapat nikmat. duh Saudaraku, tamak sekali kita …

Saudaraku, jika demikian, sungguh kita tak bedanya dengan saudara-saudara Yusuf alaihi salam kecuali Bunyamin yang merasa ayah mereka tidak lebih mencintai mereka. Sehingga mereka harus menyingkirkan Yusuf agar kemudian cinta dan perhatian ayah mereka tertumpah kepada mereka saja.

Kita sering merasa lebih cantik, lebih tampan, lebih memiliki segalanya, sehingga yang tergambar dalam hati dari kebanggaan akan diri itu adalah bahwa harus selalu kita yang lebih dulu mendapatkan segala kenikmatan. Sakit dada ini, rasa benci mencuat terhadap orang lain yang mendahului. Misalnya, ada saudara yang mendapatkan nikmat dari Allah berupa suami yang sholeh, tampan dengan segala kelebihan lainnya, kita merasa bahwa seharusnya kita lah yang lebih berhak mendapatkannya, bukan dia. Atau setidaknya kita berharap agar kita juga mendapatkan yang serupa agar saudara kita itu tidak mengungguli kita. Namun ketika Allah belum juga memberikan karena hendak menguji kesabaran hambanya, kita marah dan kesal. duh Saudaraku, tamaknya kita …
Padahal saudaraku, Allah telah memberikan peringatan-Nya bahwa, “Dan janganlah kamu iri terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain.” (An Nisa:32). Masihkan kita terus merasa gundah dan tersiksa jika saudara kita mendapatkan kenikmatan-Nya?
Di pertiga malam, mata ini begitu sembab dengan linangan air mata harap akan ampunan Allah. Dalam setiap do’a, tercukil keinginan agar Allah melimpahkan rezeki dan nikmat-Nya kepada kita. Namun, ketika Allah menguji kesabaran kita dengan menunda rezeki itu, kita marah, putus asa, bahkan berpikir bahwa Allah tidak mendengar do’a dan permintaan kita. duh Saudaraku, betapa tamaknya kita …
Kita tahu bahwa hidup tidak mungkin tanpa cobaan, kita begitu mengerti bahwa sebagai orang beriman tentu harus diuji keberimanan ini. Bahkan kita juga memahami bahwa Allah tidak akan memberikan beban, ujian, amanah di luar batas kemampuan makhluk-Nya. Namun betapa sering kita mengeluh, menangis, merasa keberatan dengan semua ujian hidup ini. Kita juga merasa putus asa karena Allah belum juga mengakhiri cobaan dan penderitaan hidup ini. Lalu kita merasa bahwa hanya kita yang mendapatkan ujian begitu berat. duh Saudaraku, begitu tamakkah kita …
Tahukah saudaraku, bahwa dengan begitu berarti kita telah membenci ketentuan (qadha’) Allah, tidak suka kepada nikmat-Nya yang telah dibagikan di antara para hamba-Nya, dan tidak mau menerima keadilan-Nya yang ditegakkan-Nya dalam kerajaan-Nya dengan kebijaksanaan-Nya yang tersembunyi bagi kita, kemudian kita mengingkari dan menganggap buruk hal tersebut. Wallahu a’lam bishshowaab (Bayu Gautama)

Wanita Buta ….

Seluruh penumpang di dalam bus merasa simpati melihat seorang wanita muda dg tongkatnya meraba-raba menaiki tangga bus. Dg tangannya yg lain di meraba posisi dimana sopir berada, dan membayar ongkos bus. Lalu berjalan ke Dalam bus mencari-cari bangku yg kosong dg tangannya. Setelah yakin bangku yg dirabanya kosong, dia duduk. Meletakkan tasnya di atas pangkuan, dan satu tangannya masih memegang tongkat.

Satu tahun sudah, Yasmin, wanita muda itu, mengalami buta. Suatu kecelakaan telah berlaku atasnya, dan menghilangkan penglihatannya untuk selama-lamanya. Dunia tiba-tiba saja menjadi gelap dan segala harapan dan cita-cita menjadi sirna. Dia adalah wanita yg penuh dg ambisi menaklukan dunia, aktif di segala perkumpulan, baik di sekolah, rumah maupun di linkungannya. Tiba-tiba saja semuanya sirna, begitu kecelakaan itu dialaminya. Kegelapan, frustrasi, dan rendah diri tiba-tiba saja menyelimuti jiwanya. Hilang sudah masa depan yg selama ini dicita-citakan.

">Merasa tak berguna dan tak ada seorang pun yg sanggup menolongnya selalu membisiki hatinya. “Bagaimana ini bisa terjadi padaku?” dia menangis. Hatinya protes, diliputi kemarahan dan putus asa. Tapi, tak peduli sebanyak apa pun dia mengeluh dan menangis, sebanyak apa pun dia protes, sebanyak apapun dia berdo’a dan memohon, dia harus tahu, penglihatannya tak akan kembali.

Diantara frustrasi, depresi dan putus asa, dia masih beruntung, karena mempunyai suami yg begitu penyayang dan setia, Burhan. Burhan adalah seorang prajurit TNI biasa yg bekerja sebagai security di sebuah perusahaan. Dia mencintai Yasmin dg seluruh hatinya. Ketika mengetahui Yasmin kehilangan penglihatan, rasa cintanya tidak berkurang. Justru perhatiannya makin bertambah, ketika dilihatnya Yasmin tenggelam kedalam jurang keputus-asaan. Burhan ingin menolong mengembalikan rasa percaray diri Yasmin, seperti ketika Yasmin belum menjadi buta.
Burhan tahu, ini adalah perjuangan yg tidak gampang. Butuh extra waktu dan kesabaran yg tidak sedikit. Karena buta, Yasmin tidak bisa terus bekerja di perusahaannya. Dia berhenti dg terhormat. Burhan mendorongnya supaya belajar huruf Braile. Dg harapan, suatu saat bisa berguna untuk masa depan. Tapi bagaimana Yasmin bisa belajar? Sedangkan untuk pergi ke mana-mana saja selalu diantar Burhan? Dunia ini begitu gelap. Tak ada kesempatan sedikitpun untuk bisa melihat jalan. Dulu, sebelum menjadi buta, dia memang biasa naik bus ke tempat kerja dan ke mana saja sendirian. Tapi kini, ketika buta, apa sanggup dia naik bus sendirian? Berjalan sendirian? Pulang-pergi sendirian? Siapa yg akan melindunginya ketika sendirian? Begitulah yg berkecamuk di dalam hati Yasmin yg putus asa. Tapi Burhan membimbing Jiwa Yasmin yg sedang frustasi dg sabar. Dia merelakan dirinya untuk mengantar Yasmin ke sekolah, di mana Yasmin musti belajar huruf Braile.

Dg sabar Burhan menuntun Yasmin menaiki bus kota menuju sekolah yg dituju. Dg Susah payah dan tertatih-tatih Yasmin melangkah bersama tongkatnya. Sementara Burhan berada di sampingnya. Selesai mengantar Yasmin dia menuju tempat dinas. Begitulah, selama berhari-hari dan berminggu-minggu Burhan mengantar dan menjemput Yasmin. Lengkap dg seragam dinas security.

Tapi lama-kelamaan Burhan sadar, tak mungkin selamanya Yasmin harus diantar; pulang dan pergi. Bagaimanapun juga Yasmin harus bisa mandiri, tak mungkin selamanya mengandalkan dirinya. Sebab dia juga punya pekerjaan yg harus dijalaninya. Dg hati-hati dia mengutarakan maksudnya, supaya Yasmin tak tersinggung dan merasa dibuang. Sebab Yasmin, bagaimanapun juga masih terpukul dg musibah yg dialaminya.

Seperti yg diramalkan Burhan, Yasmin histeris mendengar itu. Dia merasa dirinya kini benar-benar telah tercampakkan. “Saya buta, tak bisa melihat!” teriak Yasmin. “Bagaimana saya bisa tahu saya ada di mana? Kamu telah benar-benar meninggalkan saya.” Burhan hancur hatinya mendengar itu. Tapi dia sadar apa yg musti dilakukan. Mau tak mau Yasmin musti terima. Musti mau menjadi wanita yg mandiri. Burhan tak melepas begitu saja Yasmin. Setiap pagi, dia mengantar Yasmin menuju halte bus. Dan setelah dua minggu, Yasmin akhirnya bisa berangkat sendiri ke halte. Berjalan dg tongkatnya. Burhan menasehatinya agar mengandalkan indera pendengarannya, di manapun dia berada.
Setelah dirasanya yakin bahwa Yasmin bisa pergi sendiri, dg tenang Burhan pergi ke tempat dinas. Sementara Yasmin merasa bersyukur bahwa selama ini dia mempunyai suami yg begitu setia dan sabar membimbingnya. Memang tak mungkin bagi Burhan untuk terus selalu menemani setiap saat ke manapun dia pergi. Tak mungkin juga selalu Diantar ke tempatnya belajar, sebab Burhan juga punya pekerjaan yg harus dilakoni. Dan dia adalah wanita yg dulu, sebelum buta, tak pernah menyerah pada tantangan dan wanita yg tak bisa diam saja. Kini dia harus menjadi Yasmin yg dulu, yg tegar dan menyukai tantangan dan suka bekerja dan belajar. Hari-hari pun berlalu. Dan sudah beberapa minggu Yasmin menjalani rutinitasnya belajar, dg mengendarai bus kota sendirian.

Suatu hari, ketika dia hendak turun dari bus, sopir bus berkata, “saya sungguh iri padamu”. Yasmin tidak yakin, kalau sopir itu bicara padanya. “Anda bicara pada saya?” ” Ya”, jawab sopir bus. “Saya benar-benar iri padamu”. Yasmin kebingungan, heran dan tak habis berpikir, bagaimana bisa di dunia ini, seorang buta, wanita buta, yg berjalan terseok-seok dg tongkatnya hanya sekedar mencari keberanian mengisi sisa hidupnya, membuat orang lain merasa iri? “Apa maksud anda?” Yasmin bertanya penuh keheranan pada sopir itu. “Kamu tahu,” jawab sopir bus, “Setiap pagi, sejak beberapa minggu ini, seorang lelaki muda dg seragam militer selalu berdiri di sebrang jalan. Dia memperhatikanmu dg harap-harap cemas ketika kamu menuruni tangga bus. Dan ketika kamu menyebrang jalan, dia perhatikan langkahmu dan bibirnya tersenyum puas begitu kamu telah melewati jalan itu. Begitu kamu masuk gedung sekolahmu, dia meniupkan ciumannya padamu, memberimu salut, dan pergi dari situ. Kamu sungguh wanita beruntung, ada yg memperhatikan dan melindungimu”.

Air mata bahagia mengalir di pipi Yasmin. Walaupun dia tidak melihat orang tsb, dia yakin dan merasakan kehadiran Burhan di sana. Dia merasa begitu beruntung, sangat beruntung, bahwa Burhan telah memberinya sesuatu yg lebih berharga dari penglihatan. Sebuah pemberian yg tak perlu untuk dilihat; kasih sayang yg membawa cahaya, ketika dia berada dalam kegelapan.

Teman, kita ibarat orang buta. Yg diperintahkan bekerja dan berusaha Kita adalah orang buta. Yg diberi semangat untuk terus hidup dan bekerja Kita tak bisa melihat Allah dan malaikat.Tapi Dia terus membimbing Seperti cerita Dia memompa semangat kita Cemas dan khawatir dg langkah kita Dan tersenyum puas Melihat kita berhasil melewati ujian-Nya.

Wassalam
http://myquran.org